Indonesia patut berbangga karena perbankan syariah dalam negeri telah menduduki peringkat kelima terbesar dunia. Indonesia berdiri dibawah Iran, Malaysia, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Namun satu hal yang mengkhawatirkan adalah Indonesia akan menjadi bagian dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Meski keterbukaan industri perbankan baru terjadi di 2020, hal ini tak bisa dianggap enteng. Apalagi, saat ini belum ada bank syariah yang bisa menduduki posisi Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) III. BUKU III memiliki mpdal Rp 5 triliun hingga Rp 30 triliun.
Pengamat ekonomi syariah M Nadratuzzaman Hosen mengatakan, Indonesia, Khusunya perbankan syariah, butuh bank besar untuk pasang badan. Lebih tepatnya ketika berhadapan dengan bank raksasa konvensional. Satu hal yang perludiketahui menjelang 2020, kata Nadratuzzaman, yang juga Direktur EKsekutif Islamic Banking adn Finance Institute Universitas Trisakti, hanya bank besar yang bisa bertahan. Sementara, berdasarkan rata-rata bank syariah belum memenuhi economies of scale (skala ekonomi). "Dengan kata lain, masih sangat minim bank syariah yang bisa memberikan angka pembiayaan yang murah," tuturnya.
Nadratuzzaman mengemukakan, sebenarnya ada satu petunjuk yang memperlihatkan bahwa bank syariah belum memenuhi skala ekonomi. Contohnya yaitu bank konvensional yang telah efisien ketika membuka cabang, maka keuntungannya meningkat. Sementara pada saat yang sama, jika bank syariah membuka cabang, keuntungannya justru menurun.
Karena itu, ia menegaskan, ada dua hal mengenai betapa pentingnya kehadiran bank BUMN syariah. Pertama, kehadiran bank BUMN syariah penting untuk mendorong pangsa pasar syariah. Kedua, agar perbankan syariah siapa menghadapi MEA 2020. Ia mengatakan, yang menjadi perdebatan saat ini adalah opsi pendirian. Opsi pertama, menurut dia adalah dengan melakukan penggabungan anak usaha syariah BUMN.
Kedua, menurut dia mengonversi bank BUMN menjadi bank syariah. Opsi yang pernah diajukan adalah mendorong bank BTN (Persero) Tbk menjadi lembaga syariah. Hanya saja, opsi kedua mengandung resiko yang lebih besar, khususnya mengubah sistem, kontrak dengan berbagai perusahaan dan kemampuan SDM. "Jadi seperti membawa masalah saja," tuturnya. Sehingga, merger menjadi pilihan tepat untuk mendirikan BUMN Syariah. Opsi terakhir adalah mendirikan bank BUMN Syariah baru dengan cara menahan seluruh laba BUMN sehingga dibentuk bank syariah.
Pertengahan 2013, Meneteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan pemerintah sedang mengusahakan pembentukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bank syariah di Indonesia. Upaya pembentukan BUMN bank syariah ini kebetulan bersamaan dengan dibuatnya ketentuan perundang-undangan bahwa seluruh dana haji ditampung di bank syariah. Sementara, Deputi Meneteri Bidang Jasa Kementerian BUMN Gatot Trihargo mengatakan, ada tiga opsi pembentukan BUMN syariah, yaitu mengonversikan salah satu bank BUMN menjadi BUMN syariah, meleburkan tiga anak usaha bank BUMN menjadi bank BUMN syariah, atau membuat bank baru.
Namun, sebelum mencoba salah satu opsi itu, kementerian BUMN akan meningkatkan likuiditas salah satu anak usaha Bank BUMN. Setelah itu, bank syariah baru mengambil langkah selanjutnya. "Setelah itu, kami akan bahas. Yang penting bisa memberikan optimal," ujarnya. Dari ketiga anak usaha bank BUMN, yang paling mungkin mencapai Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) III adalah PT Bank Syariah Mandiri (BSM).
Sumber: Republika, Selasa, 12 Agustus 2014
Sumber: Republika, Selasa, 12 Agustus 2014