Makin kompleksnya kebutuhan dan sektor ekonomi harus diimbangi dengan jangkauan hukum syariah yang sama luasnya. Ini penting jika ingin mendukung perkembangan keuangan syariah di Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Yuslam Fauzi meminta agar arti syariah tidak disempitkan hanya pada aspek halal dan haram dalam muamalah. Sebab pengertian syariah lebih luas dari sekadar perkara itu. Mencari lebih banyak kesamaan harusnya jadi poin utama dalam pengembangan ekonomi syariah. Agar tujuan utama dari ekonomi syariah untuk mensejahterakan umat dapat tercapai.
"Syariah yang mensejahterakan, mengentaskan kemiskinan, prolingkunganlah yang saat ini harus dikembangkan. Nilai kebaikan universal ini yang akan membuat ekonomi syariah diterima di manapun," tutur Yuslam di Jakarta, Kamis (20/11) dalam seminar "Perlu atau Tidakkah Standarisasi Akad di Lembaga Keuangan Syariah dalam Penyelesaian Sengketa Kontrak Bisnis Syariah?" yang diadakan oleh IBFI Trisakti.
Presiden Direktur Maybank Indonesia Norfadelizan Abdul Rahman, pada kesempatan yang sama mencatat ada dua poin untuk kontrak keuangan syariah. Pertama, kontrak keuangan syariah harus mengikuti kebutuhan. Meski ada kebutuhan yang berbeda-beda satu wilayah dengan wilayah lainnya, harus ada standar yang jelas.
"Harus ada standar bersama secara global. Ini penting agar perkembangan ekonomi syariah satu negara tidak terkotakkan sendiri sehingga terkesan tertutup," kata Norfadelizan.
Jumlah fatwa yang diterbitkan juga sebenarnya perlu menyesuaikan kebutuhan produk. Ia menyebut fatwa DSN-MUI belum ada yang menyangkut produk hedging. Nasabah yang ingin menggunakan hedging jadi harus menggunakan produk perbankan konvesional. Ia cukup memahami karena saat produk syariah diubah ke hedging, produknya tidak lagi syariah.
Sumber : Republika, 21 November 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar