Pengadilan agama terus melakukan perbaikan dengan mempercepat proses penetapan putusan khususnya dalam bidang keuangan syariah, sebab tidak jarang pengadilan agama jadi kambing hitam penghambat perkembangan ekonomi syariah.
Padahal, kata Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta, Edi Riadi, awal persoalan biasanya disebabkan dari akad yang tidak benar. Karena itu, standar akad penting ada, termasuk sinkronisasi undang-undang oleh Dewan Pengadilan Rakyat (DPR), sebab pengadilan hanya menunggu kasus yang masuk. Perkara ekonomi syariah yang masuk pengadilan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2007 terdapat 7 kasus, 2008 6 kasus, 2009 12 kasus, 2010 13 kasus, 2011 11 kasus, 2012 28 kasus dan 2012 16 kasus.
Untuk melengkapi dan meningkatkan kapasitas, sejak tahun 2007 hingga 2014 sudah ada 40 hakim yang studi banding ke Mesir, Sudan, Pakistan, Malaysia dan Inggris. 80 hakim mendapatkan pendidikan di Riyadh, Arab Saudi dan 400 hakim disertifikasi ekonomi syariah yang bekerja sama dengan BI dan OJK. Sudah ada pula 2.250 hakim yang mengikuti penataran oleh pendidikan tinggi agama untuk pembekalan ekonomi syariah. Meski bukan proses sertifikasi, proses ini tetap bekerja sama dengan BI dan OJK.
Untuk mendukung akses masyarakat, penyiapan sarana seperti pemugaran gedung dan website dilakukan. Sayang, tidak pastinya status kerja tenaga teknologi informasi di pengadilan agama membuat SDM bidang itu banyak berkurang. ''MA kurang memerhatikan mereka sehingga banyak mereka yang mengundurkan diri, website jadi tidak update,'' kada Edi dalam Seminar Standardisasi Akad dan Sengketa Bisnis Syariah di Islamic Banking and Finance Institute, Universitas Trisakti, Kamis (20/11/14).
Review Kebijakan dan Standar Internasional Departemen Perbankan Syariah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Setiawan Budi Utomo mengatakan sudah ada standarisasi kompetensi hakim agama yang menangani sengketa keuangan syariah. Prosesnya berupa sertifikasi, pendidikan dan pelatihan, setidaknya sudah sekitar 300 hakim yang sudah disertifikasi. Nanti akan terlihat pula dari putusan-putusan yang mereka buat, apakah profesional atau tidak.
''Selain itu, masyarakat juga perlu dipahamkan hakim agama dulu dan sekarang berbeda karena mereka mendapat wewenang absolut menyelesaikan sengketa syariah, maka kompetensi mereka juga disetarakan dengan para ekonom syariah,'' tutur Setiawan. Ia menyebut semua pengadilan agama sudah memiliki hakim agama untuk keuangan syariah.
Sumber : Republika, 24 November 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar